Kampung Lali Gadget, Wisata Edukasi Solusi Keresahan Orang Tua yang Anaknya Candu Gadget

Dear mami onlineku

Sebagai seorang new mom beranak 2, acapkali aku kerepotan sendirian mengurus anakku yang jaraknya hanya terpaut 20 bulan. Anak pertamaku berusia 24 bulan dan anak keduaku berusia 4 bulan. Lelah mental dan lelah fisik setiap hari menghantui. Lagi ngurus aa nya eh tiba – tiba dedenya nangis. Giliran dedenya tidur, aa nya usil ngebangunin tidur dedenya. Jalan ninjaku adalah kasi gadget nonton cocomelon. Memang aa nya langsung terdistraksi dengan nonton videonya tapi lambat laun banyak sekali hal negatif yang aku dapat ketika anakku terbiasa dengan gadget.

 

Salah satu hal yang aku sesali akibat terlalu banyak screen time akhirnya anakku speech delay. Di video youtube yang dia tonton menggunakan bahasa inggris sedangkan keseharian menggunakan bahasa indonesia. Belum lagi kalau sedang di rumah neneknya yang di Bandung menggunakan logat Sunda, kalau sedang di rumah neneknya di Surabaya menggunakan logat Jawa. Sehingga sang anak ini susah mengungkapkan apa yang ingin dikatakan.

 

Keresahan kecanduan gadget yang lain yang aku rasakan adalah apabila anakku menangis, anakku cenderung minta gadget untuk nonton videonya agar berhenti menangis. Ah tantangan sekali buat ibu baru sepertiku. Aku membayangkan kelak kalau anak anak ku ada di fase sekolah dan kecanduan gadget gimana yaa???

 

Ternyata keresahan kecanduan gadget tersebut juga di rasakan oleh orang tua lainnya. Sering melihat anak kecil nongkrong di warung kopi demi nunut wifi untuk memainkan gawai, membikin Achmad Irfandi nelangsa. Masa kanak-kanak yang mestinya diisi dengan bermain, bergerak, dan tertawa tergantikan dengan acara duduk diam sembari menatap layar HP berjam-jam.

Kondisi itu yang membuat Irfandi memutuskan untuk berbuat sesuatu. Dia pun mendirikan Kampung Lali Gadget (KLG). Tepatnya 3 Agustus 2018. Warga Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, tersebut berhasil meyakinkan perangkat desanya untuk meminjamkan lahan seluas 45 x 50 meter untuk proyek itu. Warga sekitar diberdayakan untuk membuat mainan dan menjualnya. Mereka juga bisa menjual makanan dan minuman untuk pengunjung.

 

Lali itu bahasa Jawa dan dalam bahasa Indonesia artinya lupa. Maka dari itu, Kampung Lali Gadget artinya Kampung Lupa Gadget. Padahal Kampung Lali Gadget ini tak jauh dari rumahku di Gresik tapi aku baru dengar. Atau aku yang jarang update hehe entahlah. Yang pasti kita sebagai orang tua harus mendukung dan mensukseskan misi agar anak-anak lupa  dengan gadget-nya sehingga anak-anak dapat bermain dan bersosialisasi dengan teman-teman yang lain. 


Nah ternyata di Kampung Lali Gadget ini juga digelar diskusi parenting loh. Jadi ketik anak-anaknya bermain, orang tua yang mendampingi akan mendapat materi parenting. Misi lupa gadget ini harus berjalan beriringan karena orang tua harus support anaknya lupa dengan gadget dan bersosialisasi dengan temannya.

Singkat cerita awal mula kegiatan pertama di Kampung Lali Gadget, 475 anak dari Surabaya dan Sidoarjo hadir. Mereka asyik memainkan aneka permainan tradisional mulai pukul 08.00 hingga 12.00. Melihat respons yang bagus, pria 28 tahun itu pun meneruskan kegiatan tersebut. Pekan depan, pekan depannya lagi, bahkan keterusan hingga sekarang. Rata-rata 100 lebih anak yang hadir dalam event yang berlangsung setiap Ahad tersebut. Hampir semuanya mengaku enjoy.

 

Kampung Lali Gadget ini memberikan kami inspirasi bermain dan memperkenalkan permainan tradisional kepada anak anak sejak dini. Dimana “mungkin” kami hampir lupa dengan permainan tradisional itu sendiri, dan Kampung Lali Gadget mengingatkan kembali masa kanak kanak kami yang jauh dari gadget

 

KLG sempat vakum selama pandemi. Kegiatan dialihkan pada tanggap darurat Covid-19. Mereka memberdayakan masyarakat sekitar untuk membuat face shield guna disumbangkan ke tenaga medis seluruh Indonesia. Ketika kasus melandai, KLG pun diaktifkan lagi.

 

’’Tiap pekan tema tidak sama. Tapi, permainan tradisional selalu dihadirkan,’’ kata Irfandi. Misalnya, egrang, kelompen tali, kelompen panjang, lompat telapak kaki, dan gancetan.

 

Seperti contohnya teman mingguan yang diusung adalah Dolanan Banyu atau Bermain Air. Anak-anak dan keluarga mereka bisa berpartisipasi dalam permainan tersebut. Mereka juga bisa belajar secara langsung hal-hal terkait dengan air. Misalnya, bermain perahu tiup di air, bermain kapal gedebok, hingga menangkap ikan. Peserta menangkap ikan bukan di kolam air bersih. Melainkan di kubangan yang merupakan kolam berlumpur yang didesain khusus untuk menangkap ikan.

 

Meski mengalami kesulitan, anak-anak tetap bahagia. Saling membantu dan bekerja sama dalam memainkan permainan lama tersebut. Itu sesuai dengan misi permainan, yakni menumbuhkan kebersamaan, kekompakan, saling peduli, dan membantu di kala menjalankan permainan.

 

Nah buat mami onlineku yang ingin mengunjungi Kampung Lali Gadget bisa pantau tema yang akan dihadirkan tiap minggunya lewat akun instagram @kampunglaligadget jangan lupa bawa baju ganti untuk anak-anaknya karena nanti kita akan bermain dan bersatu dengan alam. Inilah yang kusebut dengan montessori alami, karena anak-anak tidak harus belajar melalui permainan yang mahal justru menyatu dengan alam. 

Hal yang jarang ditemui saat anak-anak bermain dengan gawai. Suasana pedesaan yang begitu kental membuat anak-anak betah. Apalagi, area Kampung Lali Gadget begitu teduh.

 

Untuk acara yang berlangsung setiap pekan, tidak ada biaya yang ditetapkan. Parkir pun sukarela. Hanya, jika ada sekolah atau komunitas yang hendak menggunakan KLG selain Minggu, mereka dikenai biaya. Dana yang masuk dikelola Yayasan KLG yang diketuai Irfandi.

 

Irfandi yang juga founder Gerakan Darjoisme menyatakan, teknologi ponsel pintar dan era serbuan media sosial membuat hidup masyarakat lebih banyak dikuasai gawai mereka. Kepedulian pada orang sekitar berkurang. Mereka lebih berfokus pada orang di dunia maya. ’’Masyarakat aktif bermedia sosial. Namun, kehilangan jiwa sosial,’’ ujar peraih penghargaan Pemuda Pelopor 2020–2021 itu.

 

Selain menjaga agar permainan tradisional tak punah, KLG membuat pemberdayaan ekonomi masyarakat dapat berjalan. Pengunjung bisa mengoleksi langsung permainan tradisional yang dipasarkan di sana. Mulai kitiran bambu, kitiran klutuk, toktok, hingga gasing bunyi. Termasuk tekotek, seruling suit, dan bola bekel.

 

’’Dengan mainan ini, anak-anak makin mengenal beragamnya permainan tradisional,’’ lanjut alumnus Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya (2021) tersebut.

Sebuah kemewahan bagi anak-anak yang tinggal di kota  untuk bermain di lumpur, berlarian di sawah atau nyebur di empanf. Terima kasih Bapak Achmad Irfandi, keresahan kami sebagai orang tua yang anaknya suka dengan gadget bisa di fasilitasi dengan Kampung Lali Gadget. Suatu saat nanti aku juga akan mengajak anak anakku mengunjungi Kampung Lali Gadget dan bermain bersama tanpa gadget.


KAMPUNG LALI GADGET

Lokasi Dusun Ngumbuk, Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo

Instagram @kampunglaligadget

Youtube @kampunglaligadget

 

0 Komentar